Dalam masyarakat dunia Islam, baik dari Sunni mapun Syiah , di Arab maupun
di luar arab, telah dikenal istilahAhlul Bayt (sebagai
keturunan Nabi). Dengan berbagai silsilah yang valid mereka banyak yang dihormati oleh ummat Islam. Dalam sejarah Hejaz,
keturunan Nabi ini hingga abad ke-20 memegang peranan penting dalam
pemerintahan Arab bahkan setelah keruntuhan Turki. Sejak masa-masa
sebelumnya mereka ini mendapat tempat khusus dimata penduduk Hejaz. Mereka
dibaiat menjadi penguasa dan Imam serta pelindung tanah suci.
Sayyid (jamak :
Sadah) adalah gelar
kehormatan yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW melalui cucu
beliau, Hasan bin Ali
dan Husain bin Ali,
yang merupakan anak dari anak perempuan Nabi Muhammad SAW, Fatimah az-Zahra
dan menantunya Ali
bin Abi Thalib. Keturunan wanita mendapatkan gelar berupa Sayyidah,
Alawiyah, Syarifah atau Sharifah. Beberapa kalangan
muslim juga menggunakan gelar sayyid untuk orang-orang yang masih
keturunan Abu Thalib,
paman Nabi Muhammad, yaitu Abbas, serta Ja'far, Aqil dan Thalib. Gelar ini tidak sama
dengan nama yang lebih populer seperti "Sa'íd" atau
"Said", yang berasal dari bahasa Arab, yang
berarti bahagia. kata lain yang sering disalahpahami sebagai sayyid
adalah syahid,
istilah dalam bahasa Arab untuk seorang martir (dalam perspektif
perjuangan).
Kata Sayyid
secara harfiah berarti Tuan, kata dalam bahasa Inggris yang artinya paling mendekati
adalah Sir atau Lord. Dalam dunia Arab
sendiri. Kata ini sering ditukar dengan "Pak..", misal : Sayyid
John (Pak John). Kata yang mempunyai konsep yang sama (dengan sayyid)
adalah sidi (berasal dari bahasa Arab sayyidi) yang digunakan
di Arab bagian Barat. Alevis menggunakan seyyid
(di Turki) sebagai
penghormatan pada nama dan diletakkan sebelum nama orang-orang yang
dianggap suci di kalangan mereka. Kata lain dalam bahasa Arab yang mirip
adalah syekh dan syarif.
Keturunan dari Hasan
bin Ali yang pernah memerintah Makkah, Madinah, Iraq pada masa Kesultanan Turki Utsmaniyah dan
sekarang di Yordania,
yaitu Hasyimiyah juga menggunakan gelar Syarif. Dalam Dunia Arab istilah Syarif
digunakan oleh keturunan Hasan bin Ali,
sedangkan gelar Sayyid digunakan oleh
keturunan Husain bin
Ali.
Orang memilih alih bahasa latin berdasarkan
bahasa yang sering mereka gunakan, tidak tergantung dari tempat mereka
tinggal. Sebagai contoh imigran Muslim dari berbagai negara yang berbeda yang
tinggal di London, Britania Raya. Imigran dari Yaman menggunakan kata sayyid,
dan imigran dari Pakistan
atau India menggunakan syed.Di antara para intelektual dan sarjana
barat, kadang mereka menggunakan kata sayyid atau sayed dalam
tulisan mereka.
Indikasi
Keturunan
Sayyid sering dimasukkan pada awalan nama
yang mengindikasikan dari keturunan mana mereka berasal. Jika mereka
merupakan keturunan lebih dari satu Imam Syi'ah, mereka akan menggunakan
gelar yang paling dekat.
Untuk pembicara non-Arab ketika
mengalihbahasakan dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris, terdapat dua
pendekatan.
1.
Anda dapat mengalihkan kata itu, huruf demi huruf, seperti "الزيدي" menjadi
"a-l-z-ai-d-i".
2.
Anda dapat mengalihkan lafal pengucapan dari kata, seperti "الزيدي" menjadi
"a-z-z-ai-d-i". Ini karena tata bahasa Arab, beberapa
konsonan (n, r, s, sh, t dan z) membatalkan huruf l
(ل) dari kata al
(ال) . Ketika
anda melihat awalan an, ar, as, ash, at,
az, dll... ini berarti kata ini merupakan alih bahasa dari
lafal pengucapan.
i,
wi (Bahasa Arab), atau vi (Bahasa Persia) akhirannya
mungkin dapat dialihbahasakan dengan akhiran Bahasa Inggrisite
atau ian. Akhiran menggunakan nama, atau nama tempat, menjadi
nama group dari orang yang tersambung dari tempat kelahirannya.
Seperti Ahmad al-Hashimi dialihbahasakan Ahmad keturunan
Hassan dan Ahmad al-Harrani seperti Ahmad dari kota
Harran.
1Juga, El-Husseini, Husseini, dan Hussaini.
2Mereka yang menggunakan gelar sayyid untuk seluruh
keturunan dari Ali bin Abi Talib menggunakan Allawi atau Alavis
sebagai sayyid. Walaupun Allawi bukan keturunan dari Muhammad, mereka keturunan
dari anak Ali bin
Abi Thalib dan wanita yang dinikahinya setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra,
seperti Ummu Banin. Mereka yang membatasi gelar sayyid hanya untuk
keturunan Muhammad melalui Fatimah az-Zahra,
tidak akan memasukkan Allawi/Alavis kedalam sayyid.
Kafaah Dalam Nasab
(Antara Ahlulbait Dan Ahlussunah)
Di forum diskusi Ba Alwi,
tema pernikahan syarifah dengan non-sayid masih dan akan tetap selalu
hangat. Terutama pihak yang menentang, akan mati-matian membela
keyakinannya itu. Di sini, saya bukan ingin memanaskan tema yang sudah
hangat, tapi ada peristiwa yang membuat saya ingin mengangkat tema kafaah
tersebut. Dulu teman saya, seorang akhwal (sebutan bagi orang
Indonesia di kalangan jammaah; jamaknya khâl yang berarti “paman
dari ibu”) tanpa basa-basi bilang ke saya kalau dia ingin (nantinya) menikah
dengan syarifah. Saya tidak bisa komentar apa-apa selain dengan jujur
menjawab tidak punya banyak kenalan syarifah apalagi saya sendiri tidak
bisa (atau tidak biasa?) jadi makcomblang.
Lalu teman saya (seorang sayid) yang
juga teman si akhwal yang tahu keinginan temannya tersebut
langsung menghubungi saya. Seperti orang yang tersambar petir, dia meminta
saran dan bantuan saya agar menasihati si akhwal untuk mengurungkan niatnya
tersebut. Saya meresponnya melalui surel
(yang cukup panjang) dan mungkin jawaban saya tidak sesuai dengan
harapannya. Karena saya heran, bagaimana seandainya ada syarifah dan
keluarganya yang mau dengan seorang non-sayid? Apa mungkin kita
menghalang-halangi sesuatu yang halal? Apakah akhwal berdosa
menikahi syarifah?
Kafaah Dalam Sejarah.
Sebelum Islam, posisi wanita bisa dikatakan
tertindas. Di zaman Arab jahiliah, wanita dianggap sangat rendah apalagi
wanita ‘ajam (non-Arab). Sedangkan di zaman Persia (jahiliah),
wanita kalangan kekaisaran dianggap sangat mulia sehingga mereka lebih
memilih menikah sedarah demi menjaga kemuliaan tersebut. Ketika Islam
datang, semua itu dirubah. Ayat-ayat yang turun mengenai pernikahan tidak
menyinggung kafaah nasab, suku atau warna kulit, tapi terkait agama
sekaligus akhlak. Sehingga Nabi saw. bersabda, “Bila ada seorang
lelaki memuaskan dalam agama dan akhlak, maka terimalah lamaran kawinnya”.
Sejarah mencatat beberapa pernikahan berikut: Zaid bin Haritsah (bekas
budak Nabi) menikah dengan Zainab binti Jahsy (bangsawan Quraisy),
Usamah bin Zaid bin Haritsah (bekas budak) menikah dengan Fatimah
binti Qais (bangsawan Quraisy) Bilal (sahabat berkebangsaan
Ethiopia) menikah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin Auf (Quraisy).
Kafaah Dalam Fikih
Nah, dibagian fikih inilah yang menurut saya
menjadi menarik: mazhab ahlusunah (selain Maliki) menganggap pernikahan
syarifah dengan non-sayid adalah tidak sekufu (tidak setara meskipun sah),
sedangkan Syiah yang notabene mengikuti mazhab ahlulbait menyatakan
pernikahan seperti itu adalah kufu. MuhammadHasyim Assegaf dalam bukunya yang
kontroversial memberikan uraian mengenai kafa’ah dalam fikih ahlusunah
sebagai berikut:
Mazhab
Hanafi: Kafaah adalah kesepadanan si lelaki bagi wanita dalam hal
nasab, Islam, pekerjaan, kemerdekaan, keagamaan, dan harta. Kafaah
berlaku bagi lelaki, tidak pada pihak perempuan. Lelaki boleh menikah
dengan siapa saja.
Mazhab
Maliki: Kafaah dibagi menjadi dua; pertama, keagamaan dan kedua, bebas
dari aib yang ditentukan perempuan. Kafaah dalam hal harta,
kemerdekaan, nasab, dan pekerjaan, tidaklah mu’tabar
(diakui). Apabila seorang lelaki rendahan menikah dengan perempuan
mulia (syarifah) maka sah.
Mazhab
Syafii: Kafaah adalah nasab, agama, kemerdekaan, dan khifah (profesi).
Bani Hasyim hanya kufu’ antara sesama mereka sendiri. Kafaah
merupakan syarat bagi sahnya nikah bila tiada kerelaan, dan hal itu
adalah hak perempuan dan walinya bersama-sama.
Mazhab
Hambali: Kafaah adalah kesamaan dalam lima hal; keagamaan, pekerjaan,
kelapangan dalam harta, kemerdekaan, nasab.
Serupa dengan mazhab Maliki, mazhab Syiah
Ja’fari pun tidak mengenal kafa’ah dalam hal nasab. Disebutkan bahwa Imam
Ali bin Abi Thalib mengatakan: “Manusia itu kufu antara sesama manusia,
Arab dan ‘ajam,
Quraisy dan Bani Hasyim, bila mereka telah Islam dan beriman.” Itu
semua merupakan bahasan dalam kajian fikih.
Kafaah dalam Amanah.
Sejak lama saya berencana untuk membahas masalah
yang super sensitif ini. Namun keterbatasan kemampuan terutama dalam forum
umum, selalu mengurungkannya. Namun niat itu kali ini sudah tidak
terbendung lagi karena beberapa faktor dan peristiwa, meski ditulis tanpa
persiapan (bahkan mungkin banyak ditemukan salah ketik), dan tidak didukung
dengan sumber-sumber yang memadai. Alasan utama keraguan saya untuk
menulisnya ialah bahwa tulisan ini hanya mengulas fenomena yang sangat khas
dan tidak umum. Tanpa berpretensi melakukan justifikasi, apologi dan
pembelaan atau memojokkan salah satu pihak, izinkan saya Muhsin Labib (nama
ini sejak di Yapi tidak pernah bersanding dengan marga dan pasti tidak
diawali dengan kata sayyid, habib, syarif dan atribut-atribut sejenisnya
sebagaimana di Iran) memberikan sebuah analisis sederhana.
Kata sayyid adalah bentuk kata kerja (ism
fa’il) yang berasal dari kata baku (mashdar) ‘siyadah’ atau kata
kerja lampau ‘sada’ (dengan fathah dan alif setelah huruf sin)
berarti ‘menguasai’ dan ‘memimpin’. Karena penghargaan abadi kepada para tokoh
Ahlul-Bait itulah, setiap alawi atau yang memiliki garis keturunan yang
terbukti membimbing umat juga dipanggil dengan predikat ‘sayyid’.
Artinya, gelar ini bukanlah semata-mata pengharagaan dan pemujaan simbolik,
namun juga isyarat dan mekanisme alami untuk senantiasa mengingatkan mereka
yang merasa berasal dari garis nasab Ahlul-Bait untuk senantiasa mewakafkan
diri sebagai abdi dan pemandu umat. Sayyid sejati sangat berjiwa rakyat,
peka terhadap derita umat, dan pantang dilayani apalagi minta disanjung.
Penghormatan dan pengistimewaan umat terhadap para alawi karena kontribusi
dan pengorbanan mereka demi umat.
Dengan persepsi yang luas ini, semestinya dikotomi
dan pengangakatan isu-isu sensitif seputar kesayyidan dan ke-alawi-an tidak
perlu mendominasi ruang-ruang diskusi dan membuat kita lupa akan
agenda-agenda serta proyeksi dakwah ke depan. Pesoalan ini menjadi
memalukan dan memilukan mana kala tendensi negatif menjadi salah satu
faktor di balik pewacanaannya. Isu kesayyidan telah memakan banyak korban
dan menggerus militansi bahkan merenggangkan hubungan emosional kepada para
tokoh Ahlul-Bait apabila diungkapkan dengan diksi yang sangat dangkal dan
ambigu. Harus diakui, predikat ‘sayyid’ di kalangan komunitas Syiah di
Indonesia telah menjadi beban determinan. Bagaimana tidak, seringkali
kesalahan seseorang bisa ditimpakan atas sebuah predikat atau bahkan atas
sebuah keluarga besar dan argumentum ad hominem kerap menjadi
senjata yang sangat efektif. Bila itu terjadi, maka kesayyidan adalah
bencana karena diperlakukan sebagai dosa bersama.
Tidak sedikit generasi alawi yang bermazhab Syiah
di Indonesia yang cenderung membenci kodrat diri sendiri (baca:
kesayyidan yang diperoleh secara determinan) demi menegaskan bahwa
apabila sikap kritis alawi terhadap prilaku sesama alawi lebih menjamin
kebersihan dari b ias atau tendensi negatif yang sangat kontra-produktif.
Saya sendiri dan beberapa teman yang merasa sesak karena ‘ketiban’
kesayyidan, seperti Ali Shahab alias Ben Sohib, dan Umar Baragbah telah memulai
sebuah gerakan auto-kritik yang tidak kalah pedas dibanding dengan
orang-orang yang tidak ketiban beban ini. Apabila kita jujur dan membuka
hati kita selebar lapangan Senayan, maka kita semua –baik yang ketiban
maupun yang tidak- mesti berkesimpulan bahwa kesyiahan meniscayakan
kecintaan dan ketaatan kepada Nabi dan keluarganya serta penghormatan
kepada anak keturunannya.
Lalu mengapa isu ini masih saja mencuat ke
permukaan? Banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah ragam
atarbelakang orientasi keagamaan masyarakat Indonesia, termasuk tradisi dan
pola interkasi terhadap kominitas alawi yang berimplikasi terhadap
intensitas yang beragam menyangkut persoalan kesayyidan, sebelum mengenal
mazhab Syiah. . Tradisi dan pola penghormatan, yang sebagian irasional,
terhadap alawi di kalangan sunni trasdisional seperti NU, yang memiliki
hubungan historis dan emosional dengan para pendakwah dari Yaman, sangat
berbeda dengan pola perlakuan kaum pembaharuan, seperti Muhammadiyah dan
lainnya. Dua latar belakang orientasi keagamaan yang berbeda ini akibat proses
konversi ke mazhab Syiah bertemu dalam sebuah komunitas yang masih baru di
Indonesia. Terjadilah pergesekan kecil, dari sekadar lontaran-lontaran
gurau hingga meletus menjadi isu paling kontraproduktif.
Persoalan seputar taqlid, marja’iyah dan wilayah
al-faqih juga tidak semestinya dijadikan sebagai alasan untuk berlomba
mencari kata yang paling efektif untuk merawat kebencian dan menyuburkan
rasa saling curiga. Menjadi alawi (sayyid biologis) bukanlah
pilihan. Dan karena ia bukan pilihan, maka seseorang tidak layak dicemooh,
didengki atau dijadikan sebagai alasan untuk sombong dan pongah. Tapi,
apabila ia bukan anugerah dan bintang jasa, setidaknya para non sayyid juga
tidak menjadikannya sebagai jurus mematikan setiap kali terjadi polemik. Menjadi
anugerah dan berkah, paling tidak jangan jadi bencana. Tanpa perlu panjang
lebar membahas ahlulbait dan zuriah Rasul, tanpa bermaksud membangkitkan
sikap fanatik, dan tanpa niat meminta dihormati. Sebagai dzurriyah,
seseorang harus menjaga amanah yang dimilikinya, salah satunya adalah
menjaga keberlangsungan keturunan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlih.
Meskipun dalam hukum fikih adalah sah, tapi tentu akan lebih afdal jika
memilih yang lebih utama selain dari pada ukuran agama. Karena terkadang
pernikahan beda nasab bisa menimbulkan masalah. Misalnya pertentangan
kebudayaan di antara keluarga yang mungkin sulit untuk dipersatukan, atau
masih adanya pandangan negatif atau “celaan” dari salah satu keluarga yang
dianggap sebagai aib, dan seterusnya.
Untuk itu ada baiknya kita menengok pendapat
Imam Syafii, dari sisi mencegah hal negatif; meskipun secara fikih saya
tetap meyakini mazhab ahlulbait yang menyatakan bahwa pernikahan syarifah
dengan non-sayid adalah sekufu. Ketika dulu ada yang mengatakan kepada saya
bahwa asal-usul pernikahan satu nasab (syarifah harus dengan sayid)
adalah Syiah Persia, tentu ini tuduhan belaka. Tidak perlu terlalu fanatik
terhadap nasab, tapi sama-sama saling melihat diri sendiri. Jika ada
seorang syarifah menikah dengan akhwal, jangan cegah si akhwal
atau mencela keluarga syarifah. Tapi pertanyakan; ke mana sayid atau di
mana keutamaanya? Begitu juga dengan sayid yang menikah dengan
non-syarifah, jangan dulu cela si sayid. Ke mana syarifah yang masih
menyadari “kesyarifahannya”?
Pertama: Agama Islam untuk seluruh umat
manusia. Memang benar bahwa keturunan Nabi memiliki tanggung jawab yang
lebih besar, tapi kewajiban amar makruf dan saling mengingatkan ada di
pundak setiap muslim.
Kedua, berbicara masalah syarat nikah dan
menyebutkan bahwa di kalangan Alawiyyin
syarat nikah di tambah satu, yaitu kafaah yang tanpanya maka pernikahan
batal. Kalau membaca tulisan di awal, yang menetapkan kafaah dalam nasab
adalah ulama Ahlussunah, sedangkan ulama mazhab Ahlulbait tidak menetapkan
kafaah nasab sebagai syarat nikah.
Ketiga, bukti yang disampaikan seperti biasa
kisah tentang peminangan Sayidah Fatimah, putri Nabi saw. Bagi yang membela
kafaah nasab (dari kalangan manapun), pemilihan Nabi terhadap
Sayidina Ali dianggap karena masalah kafaah nasab. Tapi bagi saya,
pemilihan Nabi tidak mungkin “hanya karena masalah kecil”, tapi Nabi
memilih karena kualitas iman, takwa, akhlak dan kedekatan Imam Ali kepada
Allah, dibandingkan sahabat lain yang meminang. Inilah yang disebutkan
pernikahan langit (yang “dirancang” oleh Allah Swt.)
Keempat, pembicaraannya semakin melebar
dengan mengutip ayat dan hadis untuk mengajari saya tentang keutamaan
Ahlulbait, yang saya tidak ada keraguan sedikitpun tentangnya. Tapi ia
mengatakan bahwa “Sayid hanya akan akan menikah dengan Syarifah”, padahal
semua sudah tahu bahwa Imam Ali
tidak hanya menikahi wanita Bani Hasyim, Imam Husain
pun menikahi putri Persia, Imam Ali
Zainal Abidin yang menikahi seorang budak, dan seterusnya. Hal ini
menegaskan bahwa kafaah adalah agama.
Kelima, pembicaraan mengenai “nikmat dan rasa
syukur” menjadi dzuriah. Seseorang yang hanya memikirkan satu sisi hanya
akan terlena, karena tanggung jawab sebagai zuriah harus lebih diutamakan
dan saya sepakat dalam hal ini. Terakhir pembicaraan kembali tentang
keutamaan Ahlulbait, mulai dari nasab yang berlanjut dari Bunda Fatimah
as. dan seterusnya hingga mengutip riwayat keutamaan Ahlulbait yang sangat
diamini oleh para Syiah Ahlulbait. Padahal kalau ia membaca seluruh tulisan
dan komentar saya, niscaya hal itu sejalan. i
rmanfaat?
Antara Ahlulbait Dan Ahlussunah.
Keturunan Nabi Muhammad SAW tidak putus…!
Bacaan tahiyatul akhir sholat “Allahumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammad
wa ‘ala ‘ali sayyidina Muhammad. Ahlul Bait adalah orang-orang yang sah
pertalian nasabnya sampai kepada Hasyim bin Abdi Manaf (Bani Hasyim)
baik dari kalangan laki-laki (yang sering disebut dengan syarif)
atau wanita (yang sering disebut syarifah), yang beriman kepada
Rasul dan meninggal dunia dalam keadaan beriman. Sedangkan secara umum (tanpa
melihat faktor genetis) Penyebutan Ahlul bait antaralain:
1. Para istri Rasul, berdasarkan konteks Al
qur’an dalam surat Al-Ahzab: 33
2. Putra-putri Rasulullah (tidak dikhususkan pada Fatimah saja).
3. Abbas bin Abdul Muththolib dan keturunannya
4. Al Harits bin Abdul Muththolib dan keturunannya
5. Ali bin Abi Tholib dan keturunannya (tidak dikhususkan pada Al Hasan
dan Al Husain saja) 6. Ja’far bin Abi Tholib dan keturunannya
7. Aqil bin Abi Tholib dan keturunannya
Dalam tatanan Hejaz, mereka diberikan sebutan Syarif untuk laki-laki dan Syarifah
untuk perempuan. Sedangkan diluar Hejaz, dari beberapa golongan ada yang
memberikan gelar Sayyid dan Sayyidah, atau juga dengan sebutan Habaib dan lain sebagainya
untuk memberikan satu tanda bahwa mereka yang diberikan ini dianggap masih
memiliki kaitan darah dengan Nabi Muhammad SAW. Rabithah Alawiyah dalam artikel menyatakan bahwa menurut
Sayyid Muhammad Ahmad Al-Syathiri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani
Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum ‘Alawi di Hadramaut dibagi
menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri.
Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar
Alawiyin ialah:
IMAM (dari abad III H sampai abad
VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan
keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12
keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini
tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin
Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari abad VII H sampai abad
XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih
al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian
dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat
beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia
lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim.
HABIB (dari pertengahan abad XI
sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah
kaum ‘Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan
kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga
kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri
di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di
Filipina. Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi
al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya
yang luar biasa, juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih,
Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin
Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, HabibAhmad binZein al-Habsyi.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV
). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum ‘Alawi. Di antara
para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin
Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin
Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut
Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap
qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah
ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman
karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak
terkenal diluar Yaman. Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama
hijriah julukan Alawi digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam
Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya
maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawi) hanya khusus berlaku bagi
anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein.
Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawi hanya
berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwi bin Ubaidillah. Alwi adalah anak
pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut.
Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan Alawiyin
diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang
dimakamkan dikota Sumul. Kaum Arab, terutama yang beragama Islam telah
sejak berabad lamanya melakukan perniagaan dengan berbagai negara didunia,
yang selanjutnya menciptakan jalur-jalur perdagangan dan
komunitas-komunitas Arab baru diberbagai negara. Dalam berbagai sejarah
dinyatakan bahwa kaum Arab yang datang ke Indonesia merupakan koloni Arab
dari daerah sekitar Yaman dan Persia. Namun, yang dinyatakan berperan
paling penting dan ini diperlihatkan dengan jenis madhab yang ada di
Indonesia, dimungkinkan adalah dari Hadramaut. Dan orang-orang Hadramaut
ini diperkirakan telah sampai ke Indonesia semenjak abad pertengahan (abad ke-13) sesudah adanya
huru-hara di Baghdad.
Secara umum, tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang
sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan
berkeluarga dengan masyarakat setempat. Dari mereka inilah kemudian muncul
banyak tokoh dakwah yang termaktub dalam team Walisongo dan banyak tokoh
dakwah islam hingga masa sekarang. Walaupun masih ada pendapat lain seperti
menyebut dari Samarkand (Asia
Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalah jalur
penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnya adalah kaum
Sayyid (Syarif). Beberapa
buktinya (no 1 dan 2) adalah
sebagian dari yang telah dikumpulkan oleh penulis Muhammad Al Baqir dalam Thariqah
Menuju Kebahagiaan:
L.W.C Van Den Bergdalam bukunya Le Hadramawt et Les
Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Adapun
hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari
orang-orang Sayyid Syarif.
Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantara raja-raja Hindu
di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga
suku-suku lain Hadramaut (yang
bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak
meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (yakni kaum Sayyid Syarif
Hadramaut) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
Dalam buku
yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis: ”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat
penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan
Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan
penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka
terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya
pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh
sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka
berketurunan pembawa Islam (Nabi
Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramaut membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru
yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikuti jejak nenek
moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yang spesifik
menyebut abad XV, yang
merupakan abad spesifik kedatangan dan / atau kelahiran sebagian besar
Wali Songo di pulau Jawa. Abad XV ini jauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan
kedatangan kaum Hadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang
sekarang kita kenal bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus,
Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya.
Hingga saat
ini Umat Islam di Hadramawt bermadzhab Syafi’ie sama seperti mayoritas
di Ceylon, pesisir India Barat (Gujarat
dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Sedangkan Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, kemudian Pakistan
dan India pedalaman (non-pesisir) mayoritasnya bermadzhab Hanafi.
Bahasa para
pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara (utamanya Malaka dan Nusantara) dinamakan bahasa Malay(Melayu) karena para pedagang dan Mubaligh yang datang di
abad 14-15 sebagian besar datang dari pesisir India Barat yaitu
Gujarat dan Malabar, yang mana orang-orang Malabar (sekarang termasuk negara bagian
Kerala) mempunyai bahasa Malayalam,
walaupun asal-usul mereka adalah keturunan dari Hadramawt mengingat kesamaan madzhab Syafi’ie
yang sangat spesifik dengan pengamalan tasawuf dan penghormatan kepada
Ahlul Bait. Satu kitab fiqh mazhab Syafi’ie yang sangat popular
di Indonesia Fathul Muin pengarangnya bahkan Zainuddin Al Malabary(berasal dari tanah Malabar),
satu kitab fiqh yang sangat unik karena juga memasukkan pendapat kaum
Sufi, bukan hanya pendapat kaum Fuqaha.
Satu bukti
yang sangat akurat adalah kesamaan
Madzhab Syafi'ie dengan corak tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait yang
sangat kental seperti kewajiban mengadakan Mawlid, membaca Diba &
Barzanji, membaca beragam Sholawat Nabi, membaca doa Nur Nubuwwah
(yang juga berisi doa keutamaan tentang cucu Rasul, Hasan dan Husayn)
dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramawt, Mesir, Gujarat,
Malabar, Ceylon, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia.
Pengecualian mungkin hanya terhadap kaum Kurdistan di segitiga
perbatasan Iraq, Turki dan Iran, yang mana mereka juga bermadzhab
Syafi’ie dengan corak Tasawuf yang sangat kuat dan mengutamakan ahlul
bait (Kitab Mawlid Barzanji dan Manaqib Syekh Abdul Qadir
Jilani adalah karya Ulama mereka (Syekh Ja’far Barzanji)
tapi tinggal di daerah pedalaman dan pegunungan, bukan pesisir seperti
lainnya. Analisis sejarah diatas menandakan agama Islam dari madzhab
dan corak ini sebagian besarnya disebarkan melalui jalur pelayaran dan
perdagangan dan berasal dari satu sumber yaitu Hadramawt, karena Hadramawt adalah sumber pertama
dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'ie dengan
pengamalan tasawuf dan pengutamaan ahlul bait.
Di abad 15
Raja-raja Jawa (yang berkerabat
dengan Walisongo) seperti Raden
Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar,
yang mana di abad 14 di Gujarat sudah dikenal keluarga besar Jamaluddin Akbar cucu
keluarga besar Datuk Azhimat Khan (Abdullah
Khan) putra Abdul Malik putra Alwi putra Muhammad Shahib Mirbath
Ulama besar Hadramawt Abad 13M. Keluarga besar ini sudah sangat
terkenal sebagai Mubaligh Musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok
Asia Tenggara dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak
menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali
Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Inilah kiranya ringkasan
sejarah penyebaran kaum arab di dunia, terutama di Indonesia. Termasuk juga
klasifikasi bebeapa gelar dari keturunan nabi yang dipakai oleh beberapa
golongan, serta data beberapa ratus marga arab yang ada di Indonesia. Apabila
ada kesalahan dan kekurangan, dimohon adanya koreksi dan informasi masukan
tambahan dari para pembaca, sehingga wacana ini semakin valid dan komplit.
Silahkan dianalisis secara objektif dan mendalam, semoga berguna. Amin.
Terimakasih. Keturunan Arab Hadramawt di Indonesia, seperti negara asalnya
Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi)
keturunan Rasul SAW (terutama melalui
jalur Husayn bin Ali) dan Qabili
yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab
Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, yang paling banyak
diantaranya adalah:
Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang
terdapat di Indonesia:
1 Al Baar
21 Al Aidid
41 Bin Hud
2 Al Jufri
22 Al Fad’aq
42 Ba’dokh
3 Al Jamalullail
23 Al Ba Faraj
43 Alhasni
4 Al Junaid
24 Ba Faqih
44 Barakwan
5 Al Bin Jindan
25 Al Bal Faqih
45 Al Mahdali
6 Al Jailani
26 Al Qadri
46 Al Hinduan
7 Al Hamid
27 Al- Kaff
47 Al Baiti
8 Al Hadad
28 Al- Muhdhar
48 Bin Syuaib
9 Al Kherid
29 Al Musawa
49 Basyaiban
10 Al Maula Khailah
30 Al Mutahhar
11 Al Maula Dawilah
31 Al Munawwar
12 Al Ba Raqbah
32 Al Hadi
13 Al Assegaf
33 Al Ba Harun
14 Al Bin Semit
34 Al Hasyim
15 Al Bin Sahal
35 Al Haddar
16 Al Syihabuddin
36 Al Bin Yahya
17 Al As- Safi
37 Bin Syekh Abubakar
18 Al Ba Abud
38 Bin Thahir
19 Al Ba Aqil
39 Bin Shihab
20 Al Idrus
40 Bin Hafidz
1 Abbad
41 Assa’di
81 Bakarman
121 Ba Sya’ib
161 Bin Hilabi
201 Bin Syirman
2 Abudan
42 Asy Syarfi
82 Baktir
122 Basyarahil
162 Bin Humam
202 Bin Tahar
3 Aglag
43 Attamimi
83 Baladraf
123 Batarfi
163 Bin Huwel
203 Bin Ta’lab
4 Al Abd Baqi
44 Attuwi
84 Bal Afif
124 Ba Tebah
164 Bin Ibadi
204 Bin Tebe
5 Al Ali Al Hajj
45 Azzagladi
85 Balahjam
125 Bathog
165 Bin Isa
205 Bin Tsabit
6 Al Amri
46 Ba Abdullah
86 Balasga
126 Ba’Tuk
166 Bin Jaidi
206 Bin Ulus
7 Al Amudi
47 Ba’asyir
87 Balaswad
127 Ba Syaiban
167 Bin Jobah
207 Bin Usman
8 Al As
48 Ba Attiiyah
88 Balfas
128 Baweel
168 Bin Juber
208 Bin Wizer
9 Al Bagdadi
49 Ba Awath
89 Baljun
129 Bayahayya
169 Bin Kartam
209 Bin Zaidi
10 Al Bakri
50 Ba Atwa
90 Balweel
130 Bayasut
170 Bin Kartim
210 Bin Zaidan
11 Al Barak
51 Babadan
91 Bamakundu
131 Bazandokh
171 Bin Keleb
211 Bin Zimah
12 Al Barhim
52 Babten
92 Bamasri
132 Bazargan
172 Bin Khalifa
212 Bin Zoo
13 Al Batati
53 Badegel
93 Bamatraf
133 Ba Zouw
173 Bin Khamis
213 Bajrei
14 Al Bawahab
54 Ba Dekuk
94 Bamatrus
134 Bazeid
174 Bin Kuwer
214 Bukra
15 Al Bargi
55 Ba’ Dib
95 Bamazro
135 Bin Abdat
175 Bin Mahri
215 Gahedan
16 Al Bukkar
56 Bafadal
96 Bamu’min
136 Bin Abd Aziz
176 Bin Makki
216 Haidrah
17 Al Falugah
57 Bafana
97 Bana'mah
137 BinAbdsamad
177 Bin Maretan
217 Hamde
18 Al Gadri
58 Bagarib
98 Banafe
138 Bin Abri
178 Bin Marta
218 Harhara
19 Al Hadi
59 Bagaramah
99 Banser
139 Bin Addar
179 Bin Mattasy
219 Hubeisy
20 Al Halagi
60 Bagges
100 Baraba
140 Bin Afif
180 Bin Makhfudz
220 Jawas
21 Al Hilabi
61 Bagoats
101 Baraja
141 Bin Ajaz
181 Bin Mazham
221 Jibran
22 Al Jabri
62 Ba
102 Barasy
142 Bin Amri
182 Bin Muhammad
222 Karamah
23 Al Kalali
63 Bahalwan
103 Barawas
143 Bin Amrun
183 Bin Munif
223 Kurbi
24 Al Kalilah
64 Baharmus
104 Bareyek
144 Bin Anus
184 Bin Mutahar
224 Magadh
25 Al Katiri
65 Bahanan
105 Baridwan
145 Bin Bisir
185 Bin Mutliq
225 Makarim
26 Al Khamis
66 Bahrok
106 Baruk
146 Bin Bugri
186 Bin Nahdi
226 Marfadi
27 Al Khatib
67 Bajruk
107 Basalamah
147 Bin Dawil
187 Bin Nahed
227 Mashabi
28 Al Matrif
68 Baksir
108 Basalmah
148 Bin Diab
188 Bin Nub
228 Mugezeh
29 AlMathori
69 Baktal
109 Basalim
149 Bin Faris
189 Bin On
229 Munabari
30 AlMukarom
70 Banaemun
110 Ba Sendit
150 Bin Gannas
190 Bin Qarmus
230 Nabhan
31 Al Qaiti
71 Baharthah
111 Basgefan
151 Bin Gasir
191 Bin Said
231 Sallum
32 Al Qannas
72 Bahfen
112 Bashay
152 Bin Ghanim
192 Bin Sadi
232 Shahabi
33 Al Rubaki
73 Bahmid
113 Ba’sin
153 Bin Ghozi
193 Bin Sanad
233 Shobun
34 Al Waini
74 Bahroh
114 Ba Siul
154 Bin Gozan
194 Bin Seger
234 Syawik
35 Al Yamani
75 Bahsen
115 Basmeleh
155 Bin Guddeh
195 Bin Seif
235 Ugbah
36 Ambadar
76 Bahweres
116 Basofi
156 Bin Guriyyib
196 Bin Sungkar
236 Ummayyer
37 Arfan
77 Baisa
117 Basumbul
157 Bin Hadzir
197 Bin Syahbal
237 Za’bal
38 Argubi
78 Bajabir
118 Baswedan
158 Bin Halabi
198 Bin Syaiban
238 Zarhum
39 Assaili
79 Bajened
119 Baswel
159 Bin Hamid
199 Bin Syamil
239 Zubaidi
40 Askar
80 Bajerei
120 Baswer
160 Bin Hana
200 Bin Syamlan
240
Bin Ma’tuf Bin
Suit Bin Duwais amhar syamlan faluga Bin muhammad gasir dahdah syeban.
Lanjutan Daftar Marga:
240 Bin ma’tuf
241 Bin Suit
242 Bin Duwais
243 Bin Amhar
244 Bin Syamlan
245 Bin Faluqa
246 Bin Gasir
247 Bin Dahdah
248 Bin Syeban
249 Ba Machdan
250 Baslum
251 Adumanis
252 Bin Ubair
253 Al Mubarak
254 Ba Abduh
255 Ba Mu’minah
256 Samanhudi ?
Tambahan untuk Marga Arab: Gelar Syarif, adalah gelar bagi golongan
di tanah Hejaz yang juga dianggap keturunan nabi. Golongan ini semenjak
zaman khilafah Turki hingga sebelum Arabia dikuasai keluarga Saud (Hejaz
sekarang bernama Saudi Arabia karena dikuasai oleh keluarga Saud),
merupakan pengayom dan penguasa Hejaz. Secara geneology mereka memakai
gelar Syarif untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan. Sedangkan
gelar untuk penguasa di Hejaz dari golongan ini, semuanya juga bergelar
dasar Syarif dan ditambah gelar-gelar lainnya mengikuti namanya sesuai
dengan kedudukan atau kekuasaannya, entah itu sebagi seorang Amir atau
Wazir, dan sebagainya. Keturunan golongan ini tersebar diberbagai negara.
Pada awalnya mereka menguasai seluruh Hejaz, Iraq, Yordan, Suriah,
Palestina. Bahkan kemudian sebagian mendirikan kerajaan di daerah
Nusantara.
Semua kerajaan yang mereka dirikan, diatas-namakan Bani Hashim atau
Hashimiyyah yang merupakan sub keluarga Quraish yang juga menurunkan
silsilah nabi. Namun, dengan adanya intrik dari dalam dan adu domba dari
penjajah Eropa, hampir semuanya berhasil di kudeta dengan alasan
demokrasi. Hingga saat ini yang bertahan kemungkinan hanyalah Yordan
saja. Sebenarnya ada berbagai daerah di negeri Arab yg memakai kata
sayyid untuk hampir setiap orang. Harap diketahui bahwa kata sayyid dalm
arti bahasa arab di tunjukkan bagi orang yg memiliki massa diantara
kaumnya (man katsuro sawaduhu fi qoumihi). Keterangan lebih lanjut
bisa di lihat dalam kitab Assyaroful Muabbad karangan Syeikh Yusuf bin
Ismail An nabhani.
Selain itu ada fenomena yang unik dalam hal ini, contoh yang paling
gampang adalah Basmeleh yang keturunan sayyid dari Abu Bakar Basmeleh bin
Abdullah Asseggaff Al Mugoddam dari Ahmad bin Isa dari Ja’far Shodiq bin
Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain Ali bin Ali bin Abi
Thalib. yang istri beliau adalah Sayyidatina Fatima Binti Rosullullalah dalam
kitab Rabithah maupun buku tulisan Van Den Berg maupun denah makam di
Hadramaut. Di Indonesia dalam beberapa hal keberadaannya terpinggirkan
dikalangan sayyid karena organisasi mereka adalah Irsyadi (bahkan
pengurus Al Irsyad Surabaya). Mereka yang memiliki keturunan sebagai
keturunan Nabi Muhammad bisa mendaftarkan identitas mereka di Al-Alawiyah
Rabithal lembaga Ar, dengan kantor pusatnya di Jalan KH Mas Mansyur,
Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ini adalah tempat pusat untuk pencatatan
pohon keluarga keturunan Nabi Muhammad diseluruh dunia.
Selain menjadi tempat untuk menjaga silsilah keturunan Nabi, Ar
Rabithah Al Alawiyah juga sebagai pusat penelitian untuk garis keturunan.
Orang tidak bisa hanya datang dan memperkenalkan diri sebagai keturunan Nabi
Muhammad dengan menunjukkan daftar nasab dan keluarga mereka. Ar Rabithah
sebelumnya berkantor pusat di Yaman, dan pindah ke Tanah Abang pada tahun
1909 Jakarta Pusat . Ini perlu diadopsi karena mayoritas keturunan Nabi
tinggal di Indonesia. Sampai saat ini, jumlah keturunan Nabi di Indonesia
lebih dari yang berdomisili di Mekkah dan Madinah. Lembaga ini memiliki
50 cabang di seluruh dunia. Data di Rabithah Ar menunjukkan beberapa dua
juta keturunan Nabi terdaftar di Indonesia. Dari angka ini, sekitar 1,2
juta orang masih hidup. Mereka adalah keturunan Nabi Muhammad ke-35
sampai 40 generasi th, dari 133 keluarga. Sedangkan total keturunan Nabi
Muhammad yang hidup di seluruh dunia sekitar 20 juta.
MARGA-MARGA ARAB
Marga Arab Hadramaut
(Fam Arab) merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai oleh
keturunan bangsa Arab, yang berasal dari daerah Hadramaut
di Yaman,
yang letaknya di Jazirah Arab bagian selatan. Penamaan marga sendiri
dipilih berdasarkan Qabilah, tempat asal, sejarah, kebiasaan atau sifat
serta nama nenek moyang golongan tersebut.
Berdasarkan asalnya, marga Arab Hadramaut
umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan; yaitu marga-marga keturunan suku
Arab Yaman
asli (merupakan keturunan Hadhramaut bin Gahtan, yang merupakan keturunan
dari Nabi Nuh) dan marga-marga suku Arab pendatang dari Persia yang
mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Ahmad bin Isa al-Muhajir yang hijrah ke Yaman sekitar
tahun 319 H (898 M) yang biasa disebut Alawiyyin.
Koloni Arab dari Hadramaut
diperkirakan telah datang ke Indonesia sejak abad ke-13. Sejumlah marga
yang di Hadramaut
sendiri sudah punah, misalnya seperti "Basyeiban" dan
"Haneman", di Indonesia masih dapat ditemukan. Hal ini karena
keturunan Arab Hadramaut di Indonesia
saat ini diperkirakan jumlahnya lebih besar daripada di tempat leluhurnya
sendiri.
Daftar di bawah ini memuat beberapa marga Arab Hadramaut.
Anda dapat membantu melengkapinya.
Secara umum penggolongan Marga ArabHadramaut
itu dikategorikan dalam 4 golongan:
Alawiyin
(golongan keturunan Rasulullah via keturunan Ahmad bin Isa
(AlMuhajir))
Qabili
/ Qabail / Qabayl (golongan yang memegang senjata)
Masaikh
/ Dhaif (gologang pedagang / petani / rakyat kebanyakan)
Abid
(golongan pembantu / hamba sahaya)
Latar Belakang
Alkisah, golongan Alawiyin karena desakan
politik di persia (iran) terpaksa hijrah mencari penghidupan yang lebih
baik ke daerah Hadramaut. Disana mereka menyampaikan kepada beberapa
muqaddam (kepada suku) mengenai maksud untuk tinggal di Hadramaut dan
juga menerangkan jati diri mereka (sebagai turunan Rasulullah). Sebelum
secara resmi mereka diterima, muqaddam disaat itu mengirim utusan ke
Hejaz untuk mengecek mengenai keberadaan mereka (terutama status turunan
Rasul). Namun, setelah beberapa waktu, ada satu keluarga di Hadramout tersebut
yang langsung menerima golongan Alawiyin ini untuk tinggal tanpa menunggu
kepulangan utusan yang dikirim dan penerimaan secara resmi. Selanjutnya
keluarga ini dikenal dengan nama keluarga Bafadhal, yaitu “golongan yang
menerima”
Di bawah ini adalah daftar nama marga orang Arab
keturunan Yaman
(suku Arab Hadramaut) tanpa
pengecualian:
A(Al...)
Abbad,
Abdul Aziz, Abudan, Aglag, Al Abd Baqi, Al Aidid, Al Ali Al Hajj, Al
Amri, Al Amudi, Al As, Al As-Safi, Al Ba Abud, Al Ba Faraj, Al Ba
Harun, Al Ba Raqbah, Al Baar, Al Bagdadi, Al Baiti, Al Bakri, Al Bal
Faqih, Al Barak, Al Bargi, Al Barhim, Al Batati, Al Bawahab, Al Bin
Jindan, Al Bin Sahal, Al Bin Semit, Al Bin Yahya, Al Bukkar, Al
Fad’aq, Al Falugah, Al Gadri, Al Habsy, Al Hadi, Al Hadi, Al Halagi,
Al Hasani, Al Hasyim, Al Hilabi, Al Hinduan, Al Huraibi, Al Aydrus,
Al Jabri, Al Jaidi, Al Jailani, Al Junaid, Al Kalali, Al Kalilah, Al
Katiri, Al Khamis, Al Khatib, Al Kherid, Al Madhir, Al Mahdali, Al
Mahfuzh, Al Matrif, Al Maula Dawilah, Al Maula Khailah, Al Munawwar,
Al Musawa, Al Mutahhar, Al Qadri, Al Qaiti, Al Qannas, Al Rubaki, Al
Waini, Al Yafi’ie, Al Yamani, AlMathori, AlMukarom, Ambadar, Arfan,
Argubi, Askar, Assa’di, Assaili, Asy Syarfi, Attamimi, Attuwi,
Azzagladi,al Dames
B. (Ba... atau Bin...)
Ba
Abdullah, Ba Attiiyah, Ba Atwa, Ba Awath, Ba Dekuk, Ba’ Dib, Ba
Faqih, Ba Sendit, Ba Siul, Ba Sya’ib Bin Ma’tuf Bin Suit, Ba
Syaiban, Ba Tebah, Ba Zouw, Ba’asyir, Babadan, Babten, Badegel,
Badeges, Ba’dokh, Bafana, Bafadual, Bagaramah, Bagarib, Bagges,
Bagoats, Bahafdullah, Bahaj, Bahalwan, Bahanan, Baharmus, Baharthah,
Bahfen, Bahmid, Bahroh, Bachrak, Bahsen, Bahwal, Bahweres,
Baisa, Bajabir, Bajened, Bajerei, Bajrei, Bajruk, Bakarman, Baksir,
Baktal, Baktir, Bal Afif, Baladraf, Balahjam, Balasga, Balaswad,
Balfas, Baljun, Balweel, Bamakundu, Bamasri, Bamasak , Bamatraf,
Bamatrus, Bamazro, Bamu’min, Banaemun, Banafe, Bana’mah, Banser,
Baraba, Baraja, Barakwan, Barasy, Barawas, Bareyek, Baridwan,
Barjib, Baruk, Basalamah, Basalim, Basalmah, Basgefan, Bashay,
Ba’sin, Baslum, Basmeleh, Basofi, Basumbul, Baswel, Baswer,
Basyarahil, Batarfi, Bathef, Bathog, Ba’Tuk, Bawazier,
Baweel, Bayahayya, Bayasut, Bazandokh, Bazargan, Bazeid, Billahwal,
Bin Abd Aziz, Bin Abd Samad, Bin Abdat, Bin Abri, Bin Addar, Bin
Afif, Bin Ajaz, Bin Amri, Bin Amrun, Bin Anuz, Bin Bisir, Bin Bugri,
Bin Coger, Bin Dawil, Bin Diab, Bin Duwais, Bin Faris, Bin Gannas,
Bin Gasir, Bin Ghanim, Bin Ghozi, Bin Gozan, Bin Guddeh, Bin
Guriyyib, Bin Hadzir, Bin Hafidz, Bin Halabi, Bin Hamid, Bin Hana,
Bin Hatrash, Bin Hilabi,Bin Hizam, Bin Hud, Bin Humam, Bin Huwel,
Bin Ibadi, Bin Isa, Bin Jaidi, Bin Jobah, Bin Juber, Bin Kartam, Bin
Kartim, Bin Keleb, Bin Khalifa, Bin Khamis, Bin Khubran, Bin Mahri,
Bin Mahfuzh, Bin Makki, Bin Maretan, Bin Marta, Bin Mattasy, Bin
Mazham, Bin Muhammad, Bin Munif, Bin Mutahar, Bin Mutliq, Bin Nahdi,
Bin Nahed, Bin Nub, Bin On, Bin Qarmus, Bin Sadi, Bin Said, Bin
Sanad, Bin Seger, Bin Seif, Bin Syahbal, Bin Syaiban, Bin Syamil,
Bin Syamlan, Bin Syirman, Bin Syuaib, Bin Tahar, Bin Ta’lab, Bin
Sungkar, Bin Tebe, Bin Thahir, Bin Tsabit, Bin Ulus, Bin Usman, Bin
Wizer, Bin Zagr, Bin Zaidan, Bin Zaidi, Bin Zimah, Bin Zoo,
Bukkar,Badziher.
Makasih yaa :) Menambah pengetahuan nih :) Soalnya aku tnggal di Pasar Kliwon, Solo. Disini banyak banget orang arab. Temen-temen ku sekolah juga banyak yang Arab. :) Aku juga sempet suka sama cowok Arab juga sih hehehe :) Fam nya Al-Habsyi :D
Aslmkm.saya ingin tahu tentang Njid saya: Sholih bin Hasan bin Masyhuri Bahanan, kata ayah saya makamnya di Solo. Barangkali ada yang termasuk keluarga besarnya mohon konfirmasi. Syukron Wa Jazakumullohu Khoiron Katsiro.. M. Abdullah Bahanan, Semolowaru, Surabaya.
Ba alwi bukan ARAB, mereka PARSI/IRAN, bagi yg syiah mengikuti turunan hurmuzan , abu luk luk, bagi yg sunni kami anggap saudara seagama, bahkan kami hormati mrk krn sebagian mengaku bernasab pada Ali r.a.
Ane tertarik dengan masalah nasab. Tentang surah al ahzab 33. Bukankah kita tau alasan mengapa tidak boleh menikahi isteri2 nabi yang tertulis di dalam al quran qs al ahzab ayat 6&53. Yang jadi pertanyaan adalah apabila isteri2 nabi adalah ibu bagi umat muslim maka anaknya adalah siapa???
saya al Fad'aq.saya penasaran dengan silsilah dari keluarga saya..apakah di tanah abang saya bisa menemukan minimal mengetahui siapa nama kakek buyud,cicit dan lain lain?
AL QURAN TIDAK MENGENAL 'ISTILAH' KETURUNAN AHLUL BAIT, KETURUNAN NABI ATAU KETURUNAN RASUL ALLAH!
Tulisan pertama dari dua tulisan
MOTTO
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selama ini ada anggapan yang salah dalam perjalanan 'Sejarah Kaum Muslim ya bisa dikatakan se Dunia'-lah yakni salah satu contoh kita 'mengakui' adanya suatu kaum yang dengan berani mereka menyatakan bahwa mereka adalah berasal dari keturunan ahlul bait atau keturunan nabi bahkan 'keturunan Rasulullah'.
Simak pendapat sang para pakar di bawah ini: Baik teori Anak Benua India, Arab dan atau Timur Tengah dikaitkan, maka akan mengaitkan pada keterlibatan keturunan Rasul dalam proses islamisasi Nusantara.
Idrus Alwi al-Masyhur dalam “Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW” mengatakan pada abad ke-11 M, para keturunan Rasul yang berasal dari jalur anak-cucu Imam al-Muhajir, banyak yang berhijrah ke luar Yaman.
Banyak pakar sejarah yang menuliskan asal-usul raja Perlak-Aceh adalah keturunan Nabi Saw. Begitu pula dengan pendapat yang mengatakan asal-usul Wali Songo yang menurut mereka dari keturunan Cina.
Faktanya sampai saat ini sumber utama tulisan yang mengatakan raja Perlak-Aceh keturunan Nabi Saw tidak pernah ditemukan. Begitu pula dengan buku yang menulis Wali Songo keturunan Cina hanya bersumber dari buku Poortman yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya. *)
Selanjutnya yang banyak ngaku-ngaku dinasti keturunan ahlul baitnya atau keturunan nabinya atau keturunan rasulnya umunya adalah kaum atau golongan berasal dari Yaman:
Sejarah Islam menjelaskan, habib merupakan gelar mulia untuk keturunan Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Cucu Nabi Muhammad ini dibunuh secara kejam di Karbala. Anaknya, Ali Zainal Abidin, karena tekanan penguasa khalifah “Islam”, hanya bisa menjadi ahli ibadah, maka di belakang namanya ada gelar abidin.
Semua khalifah “Islam” memusuhi keturunan Hussein karena takut pengaruh keilmuan dan ketinggian asal keturunannya. Keturunan kedelapan, Ahmad bin Isa, akhirnya pindah dari Basrah di Irak selatan ke Hadramaut di Yaman. Ia wafat pada 345 Hijriyah. Cucu Ahmad bin Isa, Alwi bin Ubaidillah, yang menetap di Hadramaut, dan keturunannya kemudian dinamai Alawiyin.
Penetapan nama itu, menurut Tharick Chehab (1975)–yang ditulis kembali oleh Kurtubi (10 Januari 2007) dalam Sejarah Singkat Habaib (Alawiyin) di Indonesia–dilakukan karena di Hadramaut berlaku undang-undang kesukuan. Setiap keluarga harus punya nama suku. Beberapa suku besar dan ningrat di Yaman saat itu disebut Qabili. Mereka memusuhi keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib itu. **)
Lalu dasar pengakuan sebagai 'keturunan' ahlul bait atau 'keturunan nabi' bahkan 'keturunan Rasulullah' itu apa ya?
AL QURAN TIDAK MENGENAL 'ISTILAH' KETURUNAN AHLUL BAIT, KETURUNAN NABI ATAU KETURUNAN RASUL ALLAH!
Tulisan kedua dari dua tulisan
Al Quran sama sekali tidak mengenal adanya istilah KETURUNAN AHLUL BAIT atau KETURUNAN RASUL atau KETURUNAN NABI ya termasuk juga yang dianggap orang sebagai ‘KETURUNAN NABI’ MUHAMMAD SAW.
Di dalam Al Quran hanya mengenal istilah seperti keturunan Nuh, keturunan Ibrahim, keturunan Israel dsb. (a.l. QS. 19:58) Lalu, apakah ada ‘KETURUNAN MUHAMMAD’ (istilah seperti termuat dalam Al Quran) dan ternyata istilah KETURUNAN MUHAMMAD sama sekali juga tidak ada termuat dalam Al Quran.
Benarlah Hadits Nabi Muhammad SAW sbb.:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan mereka 'mengabadikan' penggunaan gelar sucinya seperti HABIB dan gelar-gelar seputar gelarnya ini maka secara tidak langsung mengandung dampak makna negatif lainnya seperti:
Habib adalah suatu lambang pengukuhan dan peng-'abadi'-an akan PERPECAHAN dari suatu keluarga Ali bin Abi Thalib yakni Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Husein bin Ali Abi Thalib walaupun ketiga tokoh ini sendiri tidak mengetahui adanyai identitas HABIB atau HABAIB. Indentitas habib atau habaib ini lalu diabadikan oleh dinasti keluarga ALAWIYIN turun-menurun pada setiap nama dari ANAK CUCUNYA.
Kenapa tidak? Untuk yang ngaku keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalibnya 'disematkan' gelar syarif pada anak keturunnya. Lalu yang ngaku berasal dari keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib maka sebelum nama anak cucunya diabadikan gelar sayid'.
Contoh kedua tokoh yang saling berpolemik yang membuat umat bengong dan galaunya?
Simak dalih pembelaan dan pembenaran dari tokoh satu ini:
Sayid berasal dari saadah, ya siidu, siyadah yang berarti pimpinan atau ketua yang melayani (ummat). Kamus Besar mengartikan sayid sebagai tuan atau sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad. Kamus Besar memperjelas kata itu dengan sayidani yang berarti tuan yang dua–sebutan untuk dua cucu Nabi, yaitu Hassan dan Hussein.
Berkaitan dengan dua kata tadi, ada kata syarif yang berarti orang yang mulia. Kata ini juga berarti bangsawan, sebutan bagi keturunan Nabi Muhammad yang langsung dari garis Hussein. Yang perempuan disebut syarifah. **)
Ayah saya tinggal di Kampung Arab - Pekalongan, nama ayah saya Abu Syairi Bin Mukhsin, wajah ayah saya mirip orang arab, tetapi ayah saya merantau ke jakarta sejak kecil, sehingga kami anak2 nya kehilangan jejak sanak family di pekalongan, ayah saya sudah alm sejak saya berusia 13 tahun, ingin sekali saya ke kampung arab walau cuma melihat2 saja
Kalo ABDURRAHMAN atau DURRACHMAN sama BANI SYARIF itu termasuk ada silsilah dari keturunan ARAB juga nggak ya?
Penasaran banget. Karena kalo pas kumpul keluarga besar itu suka disebut2 KELUARGA BESAR ABDURRAHMAN atau DURRACHMAN (dari keluarga suami), trus KELUARGA BESAR BANI SYARIF (dari keluarga orangtua sendiri), sedangkan namaku pribadi juga sisisipkan nama SYARIFAH.
Makasih yaa :) Menambah pengetahuan nih :)
BalasHapusSoalnya aku tnggal di Pasar Kliwon, Solo. Disini banyak banget orang arab. Temen-temen ku sekolah juga banyak yang Arab. :)
Aku juga sempet suka sama cowok Arab juga sih hehehe :) Fam nya Al-Habsyi :D
promosi ya...hehe..
Hapuskalau Bin Johar, Makkawi, basloom keturunan dari mana ya?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBagus banget kita tau marga dari arab,,nenek saya alyahya,,atok saya Almahdaly,,
HapusAlKatiri
HapusKalo tulisan a warnanya cerah, bacground a jangn yg cerah juga...jadi gx bisa kbaca...
BalasHapusdicopy aja kemudian di paste MS WORD. Kan gak report.....
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMarga syakieb lebih sedikit di pembahasan ini ,ada yang tau asal usul marga syakieb
BalasHapusafwan akhi, ana minta informasi silsilah fam Ba’Arfan dong, itu termasuk sayyid atau masyayikh ?
BalasHapustrus kalo Bayasut itu Sayyid atau masyayikh ?
Bayasud masyaikh akhi
HapusBayasud masyaikh akhi
HapusSalam., Bagaimana bisa didapatkan salasilah keluarga Al-Qadri.?? Apa punya saran.? Afwan.
BalasHapusTerima Kasih.
walafu akhiy sodara saye juga ada yang famnya al qadrie die juga ga ada famnyaa carinya dimana yaa
Hapusfam saya AzmatAlkhan berarti nasab saya dari sunan gunung jati yaa
BalasHapusAslmkm.saya ingin tahu tentang Njid saya: Sholih bin Hasan bin Masyhuri Bahanan, kata ayah saya makamnya di Solo. Barangkali ada yang termasuk keluarga besarnya mohon konfirmasi. Syukron Wa Jazakumullohu Khoiron Katsiro.. M. Abdullah Bahanan, Semolowaru, Surabaya.
BalasHapusProfesional writer .....god job Mr prof labib
BalasHapusFam saya al katiri ^_^
BalasHapussaya al Fad'aq. salam kenal kakak hehehe :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKalo fam al khalid dari mana ya?, ada yang tau gak?,
BalasHapusTerus fam al ghadi,ada yang tau gak?
Ba alwi bukan ARAB, mereka PARSI/IRAN, bagi yg syiah mengikuti turunan hurmuzan , abu luk luk, bagi yg sunni kami anggap saudara seagama, bahkan kami hormati mrk krn sebagian mengaku bernasab pada Ali r.a.
BalasHapusAne tertarik dengan masalah nasab. Tentang surah al ahzab 33. Bukankah kita tau alasan mengapa tidak boleh menikahi isteri2 nabi yang tertulis di dalam al quran qs al ahzab ayat 6&53. Yang jadi pertanyaan adalah apabila isteri2 nabi adalah ibu bagi umat muslim maka anaknya adalah siapa???
BalasHapuskalo basloom?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMantab.....
BalasHapussaya al Fad'aq.saya penasaran dengan silsilah dari keluarga saya..apakah di tanah abang saya bisa menemukan minimal mengetahui siapa nama kakek buyud,cicit dan lain lain?
BalasHapuswan kok albadesh ga ada
BalasHapuswan kok albadesh ga ada
BalasHapus
BalasHapusHABIB LAMBANG PERPECAHAN?
AL QURAN TIDAK MENGENAL 'ISTILAH' KETURUNAN AHLUL BAIT, KETURUNAN NABI ATAU KETURUNAN RASUL ALLAH!
Tulisan pertama dari dua tulisan
MOTTO
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selama ini ada anggapan yang salah dalam perjalanan 'Sejarah Kaum Muslim ya bisa dikatakan se Dunia'-lah yakni salah satu contoh kita 'mengakui' adanya suatu kaum yang dengan berani mereka menyatakan bahwa mereka adalah berasal dari keturunan ahlul bait atau keturunan nabi bahkan 'keturunan Rasulullah'.
Simak pendapat sang para pakar di bawah ini:
Baik teori Anak Benua India, Arab dan atau Timur Tengah dikaitkan, maka akan mengaitkan pada keterlibatan keturunan Rasul dalam proses islamisasi Nusantara.
Idrus Alwi al-Masyhur dalam “Sejarah, Silsilah dan Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW” mengatakan pada abad ke-11 M, para keturunan Rasul yang berasal dari jalur anak-cucu Imam al-Muhajir, banyak yang berhijrah ke luar Yaman.
Banyak pakar sejarah yang menuliskan asal-usul raja Perlak-Aceh adalah keturunan Nabi Saw. Begitu pula dengan pendapat yang mengatakan asal-usul Wali Songo yang menurut mereka dari keturunan Cina.
Faktanya sampai saat ini sumber utama tulisan yang mengatakan raja Perlak-Aceh keturunan Nabi Saw tidak pernah ditemukan. Begitu pula dengan buku yang menulis Wali Songo keturunan Cina hanya bersumber dari buku Poortman yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya. *)
Selanjutnya yang banyak ngaku-ngaku dinasti keturunan ahlul baitnya atau keturunan nabinya atau keturunan rasulnya umunya adalah kaum atau golongan berasal dari Yaman:
Sejarah Islam menjelaskan, habib merupakan gelar mulia untuk keturunan Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Cucu Nabi Muhammad ini dibunuh secara kejam di Karbala. Anaknya, Ali Zainal Abidin, karena tekanan penguasa khalifah “Islam”, hanya bisa menjadi ahli ibadah, maka di belakang namanya ada gelar abidin.
Semua khalifah “Islam” memusuhi keturunan Hussein karena takut pengaruh keilmuan dan ketinggian asal keturunannya. Keturunan kedelapan, Ahmad bin Isa, akhirnya pindah dari Basrah di Irak selatan ke Hadramaut di Yaman. Ia wafat pada 345 Hijriyah. Cucu Ahmad bin Isa, Alwi bin Ubaidillah, yang menetap di Hadramaut, dan keturunannya kemudian dinamai Alawiyin.
Penetapan nama itu, menurut Tharick Chehab (1975)–yang ditulis kembali oleh Kurtubi (10 Januari 2007) dalam Sejarah Singkat Habaib (Alawiyin) di Indonesia–dilakukan karena di Hadramaut berlaku undang-undang kesukuan. Setiap keluarga harus punya nama suku. Beberapa suku besar dan ningrat di Yaman saat itu disebut Qabili. Mereka memusuhi keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib itu. **)
Lalu dasar pengakuan sebagai 'keturunan' ahlul bait atau 'keturunan nabi' bahkan 'keturunan Rasulullah' itu apa ya?
HABIB LAMBANG PERPECAHAN?
BalasHapusAL QURAN TIDAK MENGENAL 'ISTILAH' KETURUNAN AHLUL BAIT, KETURUNAN NABI ATAU KETURUNAN RASUL ALLAH!
Tulisan kedua dari dua tulisan
Al Quran sama sekali tidak mengenal adanya istilah KETURUNAN AHLUL BAIT atau KETURUNAN RASUL atau KETURUNAN NABI ya termasuk juga yang dianggap orang sebagai ‘KETURUNAN NABI’ MUHAMMAD SAW.
Di dalam Al Quran hanya mengenal istilah seperti keturunan Nuh, keturunan Ibrahim, keturunan Israel dsb. (a.l. QS. 19:58) Lalu, apakah ada ‘KETURUNAN MUHAMMAD’ (istilah seperti termuat dalam Al Quran) dan ternyata istilah KETURUNAN MUHAMMAD sama sekali juga tidak ada termuat dalam Al Quran.
Benarlah Hadits Nabi Muhammad SAW sbb.:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan mereka 'mengabadikan' penggunaan gelar sucinya seperti HABIB dan gelar-gelar seputar gelarnya ini maka secara tidak langsung mengandung dampak makna negatif lainnya seperti:
Habib adalah suatu lambang pengukuhan dan peng-'abadi'-an akan PERPECAHAN dari suatu keluarga Ali bin Abi Thalib yakni Hasan bin Ali bin Abi Thalib dengan Husein bin Ali Abi Thalib walaupun ketiga tokoh ini sendiri tidak mengetahui adanyai identitas HABIB atau HABAIB. Indentitas habib atau habaib ini lalu diabadikan oleh dinasti keluarga ALAWIYIN turun-menurun pada setiap nama dari ANAK CUCUNYA.
Kenapa tidak? Untuk yang ngaku keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalibnya 'disematkan' gelar syarif pada anak keturunnya. Lalu yang ngaku berasal dari keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib maka sebelum nama anak cucunya diabadikan gelar sayid'.
Contoh kedua tokoh yang saling berpolemik yang membuat umat bengong dan galaunya?
http://www.muhsinlabib.com/news/habib-rizieq-vs-habib-saggaf
Simak dalih pembelaan dan pembenaran dari tokoh satu ini:
Sayid berasal dari saadah, ya siidu, siyadah yang berarti pimpinan atau ketua yang melayani (ummat). Kamus Besar mengartikan sayid sebagai tuan atau sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad. Kamus Besar memperjelas kata itu dengan sayidani yang berarti tuan yang dua–sebutan untuk dua cucu Nabi, yaitu Hassan dan Hussein.
Berkaitan dengan dua kata tadi, ada kata syarif yang berarti orang yang mulia. Kata ini juga berarti bangsawan, sebutan bagi keturunan Nabi Muhammad yang langsung dari garis Hussein. Yang perempuan disebut syarifah. **)
Astaghfirullah.
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/16/06/22/o95jpj320-peran-keturunan-rasul-saw-asal-yaman-atas-islamisasi-nusantara
*) http://www.kiosislami.com/912,membongkar-kebohongan-sejarah-dan-silsilah-keturunan-nabi-saw-di-indonesia.html
**) http://www.muhsinlabib.com/tulisan-luar/mencari-habib-sejati
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMaksudku mau tanya kalau ada yg tahu tentang al khamis / bin khamis karna ana mau tahu ketunan ana
BalasHapusMaksudku mau tanya kalau ada yg tahu tentang al khamis / bin khamis karna ana mau tahu ketunan ana
BalasHapusAssalamu'alaikum..
BalasHapusAda yang tau silsilah marga Balbeid di Indonesia? Adakah yang tau infonya Balbeid di Surabaya?
Keluargaku ngakunya arab marga alhabsyi tapi wajah mengingkari (gak ada tanda arab kecuali jenggot) biji tuh?
BalasHapuswajah ga bisa di tebak
Hapustapi tindak tanduk itu cerminan
wajah ga bisa di tebak
Hapustapi tindak tanduk itu cerminan
afwan, akhi, kalau alsagoff golongan apa ya?
BalasHapusKenapa marga Bakodah tidak pernah dicantumkan? Kakek saya bermarga Bakodah dan memang jumlah Bakodah di Indonesia sangat sedikit.
BalasHapusAssalamualaikum, mau tanya nih
BalasHapusMarga abdat masuk dalam golongan apa ya?? Syukron...
Abdat
HapusQabilih
HapusAlwahdin sayyid bukan?
BalasHapusSaya keturunan dengan marga AL-YAMANI
BalasHapusSaya keturunan arab marga saya bajrei klo itu silsilah
BalasHapusTerima kasih menambah wahana kehidupan
BalasHapusAda yang tau silsilah fam Al hussaini? Mungkin ada teman sekalian yang membaca komen ini yang tau mengenai Al hussaini.
BalasHapusTerimakasih :) untuk mencari keturunan atas . Mohon di bantu
Ayah saya tinggal di Kampung Arab - Pekalongan, nama ayah saya Abu Syairi Bin Mukhsin, wajah ayah saya mirip orang arab, tetapi ayah saya merantau ke jakarta sejak kecil, sehingga kami anak2 nya kehilangan jejak sanak family di pekalongan, ayah saya sudah alm sejak saya berusia 13 tahun, ingin sekali saya ke kampung arab walau cuma melihat2 saja
BalasHapusdi Kota Pekalongan kampung arab di Poncol & Krapyak Pekalongan Utara. dekat dengan pusat kota.
HapusKakekku al-musalli, nenekku syamlan. Kok gk ada ya?
BalasHapusSyukron
BalasHapusSaya mencari tahu tentang keluarga saya,, kakek saya Ahmad Taher Makawi... Ada yg tahu fam makawi
BalasHapusSaya tau di kakek yg ada yg nikah SM makawi
HapusSyammak apakah habaib ada yg tau GK tolong info nya dong
BalasHapusAsy syammakh
HapusAsy syammakh
HapusMungkin dari alhasan
BalasHapusTerimakasih.
BalasHapusApakah fam almutohar keturunan assegaff
BalasHapusSelamat 2020, postingan terkait FAM dari semua aspek memang selalu menarik dibincangkan.
BalasHapusMasih aktif gak nih
HapusPercuma kalau keturunan Arab, malah bikin jarak sosial di masyarakat. Rasis nggak sih bahasa gue
BalasHapusTemen ane Bajahdab nih, sebelah rumah he he
BalasHapusAlhusaini ?
BalasHapusAna minta pecahannya Al bin Sungkar Al kindi
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAzmatkhan saudara tertua dan golongan hadromut paling awal yg menyebarkan islam di indonesia
BalasHapusPenjelasan dari habibana Luthfi bin yahya
Salam ikhwan
Kalo ABDURRAHMAN atau DURRACHMAN sama BANI SYARIF itu termasuk ada silsilah dari keturunan ARAB juga nggak ya?
BalasHapusPenasaran banget. Karena kalo pas kumpul keluarga besar itu suka disebut2 KELUARGA BESAR ABDURRAHMAN atau DURRACHMAN (dari keluarga suami), trus KELUARGA BESAR BANI SYARIF (dari keluarga orangtua sendiri), sedangkan namaku pribadi juga sisisipkan nama SYARIFAH.
Smoga bisa bantu jawab yaa. Makasih sebelumnya.
assalamualaikum..barawas alkhatiri
BalasHapus